Rabu, 01 Februari 2012

50 Jalan menuju Kesuksesan

Sukses bermula dari mental. Anda bisa saja miskin namun jika Anda yakin bahwa Anda bisa sukses, maka itulah yang akan Anda raih. Demikian juga sebaliknya, jika seseorang terlahir kaya, namun tidak memiliki mental sukses, maka kelak ia pun bisa jatuh melarat.

Tak peduli apa pun yang menjadi profesi kerja Anda sekarang, apakah karyawan rendahan atau bos sekalipun, Anda bisa meraih sukses dengan mengembangkan 50 kebiasaan sukses ini. Namun, ingat juga bahwa ukuran kesuksesan bukanlah uang, melainkan mental puas itu sendiri.

1.Carilah dan temukan kesempatan di mana orang lain saat orang lain gagal menemukannya.

2.Orang sukses melihat masalah sebagai bahan pembelajaran dan bukannya kesulitan belaka.

3.Fokus pada solusi, bukan berkubang pada masalah yang ada.

4.Menciptakan jalan suksesnya sendiri dengan pemikiran dan inovasi yang ada.

5.Orang sukses bisa merasa takut, namun mereka kemudian mengendalikan dan mengatasinya.

6.Mereka mengajukan pertanyaan yang tepat, sehingga menegaskan kualitas pikiran dan emosional yang positif.

7.Mereka jarang mengeluh.

8.Mereka tidak menyalahkan orang lain, namun mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.

9.Mereka selalu menemukan cara untuk mengembangkan potensi mereka dan menggunakannya dengan efektif.

10.Mereka sibuk, produktif, dan proaktif, bukan luntang-lantung.

11.Mereka mau menyesuaikan diri dengan sifat dan pemikiran orang lain.

12.Mereka memiliki ambisi atau semangat.

13.Tahu benar apa yang diinginkan.

14.Mereka inovatif dan bukan plagiat.

15.Mereka tidak menunda-nunda apa yang ada.

16.Mereka memiliki prinsip bahwa hidup adalah proses belajar yang tiada henti.

17.Mereka tidak menganggap diri sempurna sehingga sudi belajar dari orang lain.

18.Mereka melakukan apa yang seharusnya, bukan apa yang mereka mau lakukan.

19.Mereka mau mengambil resiko, tapi bukan nekat.

20.Mereka menghadapi dan menyelesaikan masalah dengan segera.

21.Mereka tidak menunggu datangnya keberuntungan, atau kesempatan. Merekalah yang menciptakannya.

22.Mereka bertindak bahkan sebelum disuruh/ diminta.

23.Mereka mampu mengendalikan emosi dan bersikap profesional.

24.Mereka adalah komunikator yang handal.

25.Mereka mempunyai rencana dan berusaha membuatnya menjadi kenyataan.

26.Mereka menjadi luar biasa karena mereka memilih untuk itu.

27.Mereka berhasil melalui masa-masa berat yang biasanya membuat orang lain menyerah.

28.Mereka tahu apa yang penting bagi mereka dan melakukan yang terbaik yang mereka bisa.

29.Mereka memiliki keseimbangan. Mereka tahu bahwa uang hanya alat, bukan segalanya.

30.Mereka paham betul pentingnya disiplin dan pengendalian diri.

31.Mereka merasa aman karena mereka tahu mereka berharga.

32.Mereka juga murah hati dan baik hati.

33.Mereka mau mengakui kesalahan dan tidak segan untuk minta maaf.

34.Mereka mau beradaptasi dengan perubahan.

35.Mereka menjaga kesehatan dan performa tubuh.

36.Mereka rajin.

37.Ulet

38.Mereka terbuka dan mau menerima masukan dari orang lain.

39.Mereka tetap bahagia saat menghadapi pasang surut kehidupan.

40.Mereka tidak bergaul dengan orang-orang yang salah/ merusak.

41.Mereka tidak membuang waktu dan energi emosional untuk sesuatu yang di luar kendali mereka.

42.Mereka nyaman bekerja di tempat yang ada.

43.Mereka memasang standar yang tinggi bagi diri sendiri.

44.Mereka tidak mempertanyakan mengapa mereka gagal namun memetik pelajaran dari itu semua.

45.Mereka tahu bagaimana harus rileks, menikmati apa yang ada, dan mampu bersenang-senang dalam kecerobohan sekalipun.

46.Karir mereka bukanlah siapa mereka, itu hanyalah pekerjaan.

47.Mereka lebih tertarik pada apa yang efektif ketimbang pada apa yang mudah.

48.Mereka menyelesaikan apa yang telah mereka mulai.

49.Mereka menyadari bahwa mereka bukan hanya makhluk hidup belaka, namun juga makhluk rohani.

50.Mereka melakukan pada yang mereka katakan.

Jadi, apakah ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi bagian dari hidup Anda saat ini?! Jika ada, kembangkan itu, dan tambahkan peluang sukses Anda dengan melakukan yang lain.

Ingat, sukses bukanlah milik orang yang tidak pernah gagal, melainkan milik orang yang tidak pernah menyerah. 
(Courtesy by: Lintas Berita IAIN News)

Belajar mengorganisir otak

PIKIRAN yang terorganisir melibatkan gaya kesehatan dalam kehidupan kita. Seperti buku 'Organize Your Mind, Organize Your Life' karangan psikiater Harvard Paul Hammerness menerjemahkan ilmu organisasi otak menjadi enam prinsip, aturan ketertiban dan menawarkan solusi pembinaan diri. Berikut ini enam prinsip tersebut:

1. Atur emosi
Sebelum Anda memfokuskan diri pada pikiran untuk maju singkirkan muatan negatif emosi Anda seperti rasa khawatir, sedih dan iritasi. Pikiran negatif akan merugikan kesehatan Anda. Lebih baik tingkatkan pikiran positif Anda dengan tidur nyenyak, olahraga dan yoga.
2. Fokus pada tujuan
Otak tidak dirancang untuk fokus pada lebih dari satu hal pada suatu waktu. Beritahu otak Anda mengenai maksud dan fokus pada tujuan. Sebagai langkah pertama matikan telepon dan email pekerjaan untuk sementara.
3. Terapkan rem
Otak yang terfokus pada suatu tujuan juga perlu beristirahat. Persis seperti sepasang rem yang membawa mobil untuk berhenti di lampu merah. Daerah radar otak selalu memindai lingkungan internal dan eksternal bahkan ketika Anda sedang fokus pada sesuatu. Di tengah tugas penting sempatkan diri untuk berkegiatan seperti berolahraga, memasak makanan sehat dan bersantai.
4. Akses memori
Otak dirancang menyimpan sekeranjang informasi dalam memori jangka pendek. Akses memori jangka pendek untuk membalik-balik elemen dalam pikiran untuk membantu memecahkan masalah, menghasilkan ide-ide baru dan perspektif strategis.
5. Memindahkan fokus
Sekarang saatnya memindahkan fokus pada tugas baru. Pindahkan semua perhatian Anda sepenuhnya untuk ketrampilan otak yang disebut 'set-shifting'. Cara ini memungkinkan Anda meninggalkan satu tugas dan melompat pada fokus tujuan baru yang segar dan produktif.
6. Tujuan yang terhubung
Memori Anda siap bertindak ketika dibutuhkan. Jika Anda gesit, mampu bergeser dengan cekatan dari tugas satu ke tugas lainnya sambil tetap memperhatikan istirahat dan fokus untuk mengundang ide-ide baru, wawasan. Alih-alih jika stres melanda, Anda masih bisa tenang mengontrolnya.

Minggu, 08 Januari 2012

Sungguh Ironi



Ironi Otonomi Daerah

Korupsi kini menjadi persoalan yang sangat serius bagi bangsa Indonesia. Bangsa ini pada tahun 1997 mengalami kebangkrutan ekonomi karena praktik korupsi yang sudah sangat parah. Dari presiden sampai pejabat paling rendah semua melakukan korupsi, dan semua dianggap sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja. Tak berlebihan bila almarhum Bung Hatta mengatakan, bahwa korupsi telah membudaya dalam masyarakat Indonesia.
Reformasi politik tahun 1998 membawa harapan baru terhadap bangsa ini termasuk pemberantasan korupsi. Untuk memberantas korupsi yang sudah berurat berakar, dibuatlah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berkali-kali disempurnakan. Untuk melaksanakan undang-undang tersebut dibuat lembaga baru bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang bisa ditafsirkan sebagai upaya melengkapi lembaga-lembaga penegak hukum yang sudah ada (Kepolisian dan Kejaksaan), tetapi juga bisa diartikan sebagai ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga penegak hukum yang sudah ada, karena justru pada lembaga-lembaga penegakan hukun yang sudah ada itulah praktik korupsi tumbuh subur.
Keberadaan KPK yang sering disebut sebagai lembaga super body karena kewenangannya yang bisa melakukan apa saja telah membawa banyak “korban”. Dari mantan Menteri, Gubernur, anggota DPR, Bupati/Walikota, dan para pengusaha besar berhasil dijebloskan ke dalam penjara karena kasus korupsi, sesuatu yang sebelumnya sangat-sangat tidak mungkin terjadi. Sebuah surprise bagi sejarah pemberantasan peradaban-untuk pertama kalinya besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Aulia Pohan masuk penjara karena kasus korupsi saat ia menjabat sebagai salah satu Deputi di Bank Indonesia, melengkapi sekitar 500 pejabat publik Indonesia yag masuk penjara pasca Reformasi.
Walaupun banyak kritik yang ditujukan kepada KPK dengan mengatakan lembaga ini masih mempraktikkan kebijakan tebang pilih dalam menangani kasus-kasus korupsi, tetapi tetaplah KPK merupakan lembaga yang paling ditakuti oleh para perampok dan pencoleng uang negara serta uang publik. Itulah mengapa kesan yang kita anggap, saat berlangsung seleksi anggota KPK baru pada Desember 2007 lalu, aroma politik sangat terasa. Tak pelak, seleksi komisioner KPK menyedot perhatian banyak pihak. Bandingkan dengan seleksi komisioner-komisioner lain yang tidak begitu menyedot perhatian para aktivis, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun media massa. Itu artinya, masyarakat masih sangat berharap agar KPK sungguh-sungguh memenuhi harapan masyarakat bisa membersihkan negeri ini dari tikus-tikus penggerogot harta negara yang membuat negara bangkrut dan rakyat terkapar dalam kubangan kemiskinan yang sangat dalam. Lalu yang menjadi pertanyaan, sebenarnya apa yang mendukung para tikus-tikus korup tersebut dapat dengan leluasa melakukan praktik permalingan uang negara???
Sebuah ironi yang mungkin tidak dibayangkan oleh para pemikir dan pejuang otonomi daerah (Otda), bahwa otonomi daerah yang dimaksudkan sebagai strategi mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat ternyata justru telah menjadi ajang pemerataan tindak korupsi, atau pembudayaan korupsi yang jauh lebih meluas sampai ke simpul-simpul terkecil masyarakat kita. Otonomi daerah memang terbukti menjadi jalan mempercepat proses pembangunan dan pemerataan partisipasi masyarakat, tetapi dalam proses pembangunan tiba-tiba ada dana mengalir, kemudian membuka peluang terjadinya penyimpangan, penyelewengan hingga penjarahan terang-terangan oleh para penguasa daerah.
Melalui dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil, tiba-tiba pemerintah Kabupaten/Kota memiliki uang yang begitu besar tanpa mekanisme kontrol yang jelas, dan pada saat yang sama Bupati/Walikota dipilih melalui proses politik yang membutuhkan pendanaan besar sehingga peluang dan godaan untuk merayah dana tersebut menjadi sangat besar. Demokrasi juga membutakan aspke kualitas, siapapun bisa dpilih menjadi Bupati/Walikota sepanjang memperoleh suara terbanyak tidak peduli apakah ia tukang tipu, calo perkara, atau bekas preman. Pendidikan tidak menjadi ukuran karena ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) persamaan sekarang bisa diperoleh sambil tidur, bila perlu menggunakan ijazah palsu. Dengan latar belakang Bupati/walikota seperti itu, yang didukung dengan para anggota DPRD yang tidak jelas asal usulnya – apalagi jaminan moralnya- sekali lagi penjarahan uang rakyat atau harta negara menjadi sangat mudah terjadi. Perilaku Kepala Daerah beserta kroni-kroninya yang korup dan serakah, menjadi legitimasi bagi aparat di bawahnya untuk melakukan hal yang sama walaupun dalam kadar yang berbeda. Saya ingat betul kuliah dari almarhum Prof Dr. Riswanda Imawan yang mengatakan, orang sering lupa, bahwa demokrasi itu memang kuantitas, bukan kualitas, maka demokrasi sesungguhnya cara terbaik dari cara-cara terjelek dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pemilihan Bupati/Walikota membutuhkan biaya yang sangat besar bahkan kadang-kadang tidak rasional karena mencapai puluhan milyar rupiah yang sangat-sangat tidak sebanding dengan gaji Bupati/Walikota. Berapa gaji seorang Bupati? Tidak lebih dari Rp 6,5 juta per bulan. Penghasilan lain berasal dari honor-honor kepanitiaan, atau penanggung jawab proyek, atau Komisari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang jumlahnya sangat bisa dihitung dan tidak akan lebih dari Rp 50 juta per bulan. Kalau ada penghasilan lain-kalau bisa disebut sebagai penghasilan- adalah dana taktis atau dana operasional, yang berdasarkan ketentuan besarannya maksimal 1,5 % dari pendapatan asli daerah (PAD) , masih dibagi antara Bupati/Wakil Walikota, tetapi uang yang tidak perlu dipertanggung jawabkan penggunaannya ini tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan pengeluaran kepala daerah yang harus memberikan bantuan itu dan ini kepada berbagai kelompok atau individu yang dipandang perlu yang tidak bisa dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Jumat, 06 Januari 2012

Salah satu bentuk modus Korupsi

Mark Up Anggaran

Ini dia modus korupsi yang sering digunakan untuk melakukan permalingan, dilakukan dengan cara yang sudah sangat populer, yaitu mark up atau menaikkan anggaran pada suatu kegiatan atau proyek. Setiap tahun Bupati/Walikota menerbitkan Indeks Satuan Harga, tetapi ketentuan tersebut dibuat untuk mengendalikan kegiatan yang sulit dimaling. Untuk kegiatan yang mudah dimaling, ketentuan indeks tidak lebih dari alat untuk menghitung berapa nilai sebuah kegiatan atau proyek.
Dari sekian banyak kegiatan yang mark up-nya menonjol adalah kegiatan-kegiatan yang menyangkut barang cetakan dan barang-barang yang menggunakan jasa teknologi. Semakin tinggi teknologinya, mark up nya bisa semakin tidak terkendali.
Pencetakan blanko dalam program komputerisasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah salah satu lahan pengerukan dana. Memang satu blanko KTP hanya dimark up katakanlah Rp. 3000, tetapi kalau jumlah penduduk dewasa sebuah kabupaten mencapai 500ribu orang maka akan terkumpul dana Rp. 1,5 milyar. Yang menggiurkan, penerbitan KTP berlangsung sepanjang tahun karena penduduk dewasa bertambah terus. Belum lagi KTP “Aspal” alias asli tapi palsu. KTPnya asli, tetapi datanya palsu. Misalkan pemohon masih anak-anak, tetapi karena akan bekerja di luar kota, agar tidak menimbulkan persoalan, maka usia dinaikkan. Jumlahnya juga bisa terus membludag karena banyak pula penduduk ber-KTP ganda.
            Mengetahui bahwa potensi dimaling cukup besar, rayahannya sampai ke Pusat juga. Caranya, Pusat dalam hal ini Departemen terkait menerbitkan surat pernyataan bahwa rekanan pengadaan blanko KTP dan Kartu Keluarga yang bonafid adalah PT Anu, PT Ini, PT Itu, dan sebagainya. Ingat, ini hanya sandiwara, semua rekanan yang disebut oleh Pak Dirjen ya satu kongsi. Tidak banyak rupiah yang diterima pejabat Pusat berdasarkan hitungan satuan blanko, paling-paling Rp 1000. Tapi coba dihitung sendiri saja kalau penduduk Indonesia 180 juta, hemm tentu seperti Titi Kamal yang melihat mie kesukaannya.....tidak tahan!! Belum lagi dengan pengadaan komputer dan programnya yang satu paket, pokoknya seperti Bondan Winarno yang sedang berwisata kuliner mencicipi hidangan spesialnya,....mak nyuuusss!!

Selasa, 20 Desember 2011

Lanjutan Teori Kelas (Statisme)


Statisme dan perjuangan kelas

Dalam sebuah tanggapan kritis terhadap Esping-Andersen et. Al., Capitol Kapitalisme Group (1977) membenarkan kembali arti penting persetujuan bahwa perjuangan kelas memiliki posisi pusat dalam proses sejarah yang membentuk negara. Meski demikian, mereka menemukan kesalahan metodologi, khususnya tipologi yang digunakan Esping-Andersen et. Al,. : “Walaupun pemikirannya memberikan dorongan, tipologi mereka tampaknya bersifat statis dan bukan dialektikal, menghasilkan kembali beberapa kekurangan metodologis ilmu sosial borjuis. “Terlepas dari pertimbangan ini, Esping-Andersen et. Al,. “merintis integrasi perjuangan kelas ke dalam analisis Negara” (1977:209). Jelaslah upaya dengan arahan ini dibutuhkan untuk mencoba melampaui beragam aliran teori negara dan untuk menemukan teori maupun analisis yang bermanfaat.

Dari beberapa teori kelas yang sudah tertulis sebelumnya kini kita masuk ke isu-isu analisis kelas
Pluralisme tetap mempengaruhi studi perbandingan. Para spesialis perbandingan politik Barat mengabaikan pendekatan-pendekatan yang dibentuk oleh teori dan metodologi Marxis dan bidang ini mengalami kebuntuan saat menghadapi kontribusi-kontribusi menarik dan inovatif dari disiplin-disiplin yang menjadi rivalnya. Isu-isu analisis kelas yang akan dibahas anatara lain:
Peran Negara dan Kelas Penguasa
Bentuk-bentuk primitif negara diorganisasikan menurut jalur-jalur hubungan kekeluargaan ketimbang hubungan kelas. Negara absolut menggantikan negara feodal ketika monarki-monarki Eropa mengkonsolidasikan kekuasaan mereka atas kaum bangsawan. Negara borjuis berkembang dari negara absolut ketika kelas borjuis yang bangkit mengambil alih kekuasaan dan institusi-institusi negara.
Jika negara kuat, ketiadaan kelas-kelas internal dapat membuatnya lebih kuat lagi. Saul percaya bahwa birokrasi negara sepertinya menjadi sebuah tipe kelas baru, yang merampas dan mengontrol sumber daya-sumber daya produktif lewat pengaturan atau penerimaan modal swasta. Alternatifnya, birokrasi negara dapat dihadapkan pada kekuatan-kekuatan kontradiktif ketika kepentingan-kepentingan kelas pekerja dan kelas petani nasional berkonfrontasi dengan modal domestik dan asing. 

Kondisi-kondisi unik setiap masyarakat umumnya menetukan kelas-kelas mana saja yang dapat dianalisis. Para ilmuwan sosial yang menerapkan analisis stratifikasi merujuk pada klasifikasi kelas-kelas atas, menengah dan bawah. Identifikasi kelas-kelas semacam ini biasanya berhubungan dengan kriteria seperti pendapatan, status, serta pendidikan, dan kategori-kategori kelas biasanya digunakan dalam isolasi satu dengan yang lain. Dengan demikian analisi stratifikasi cenderung bersifat statis, berfokus pada satu waktu tertentu menyangkut posisi tingkat-tingkat hirarkis didalam sistem, bukannya menyangkut teori perubahan.
Dalam analisis kelas-kelas di Amerika Latin, bagaimanapun juga, tidaklah biasa untuk menemukan rujukan oligarki-oligarki lama serta kelompok-kelompok baru borjuis kecil dan pekerja kerah-putih, kaum proletar industri perkotaan. Seringkali kaum borjuis industri atau internasional, yang terikat dengan kepentingan-kepentingan asing, diperbandingan dengan kaum borjuis dependen atau nasional. Kasus inilah yang diangkat Anibal Quijano dalam Nationalism and Capitalism in Peru (1971). Quijano berkonsentrasi pada sebuah kelas dominan yang terdiri dari kaum borjuis pemilik tanah serta kaum borjuis industri, dan ia merujuk tingkat-tingkat atas dan menengah di masing-masing segmen.
·         Tingkat-Tingkat Konseptualisasi Kelas
Marx mensituasikan tingkat-tingkat pertama-tama dalam analisis mode produksi. Tindkat kedua menekankan analisis struktur sosial di mana analisis akan bersifat deskriptif dan konkret, menguji bentuk-bentuk spesifik hubungan-hubungan antar komponen mode produksi. Tingkat ketiga berhubungan dengan situasi-situasi sosial , khususnya stratifikasi sosial atau hierarki individu-individu dalam masyarakat, berdasarkan kelasnya maupun perbedaan-perbedaan, pprofesi, politik, dan sebagainya. Tinfkat keempat mengamati krisis-krisis dan perubahan-perubahan mendalam yang terjadi dalam siklus kapitalisme.
·         Hubungan Basis dan Suprastruktur
Elemen-elemen kesadaran kelas dan ideologi memiliki arti penting krusial dalam politik Marxis. Kesadaran kelas merujuk pada kesadaran bahwa anggota-anggota suatu kelas memiliki kepentingan-kepentingan itu akan ditentukan oleh ada tidaknya kepemilikan properti dan keistimewaan.
·         Implikasi-Implikasi Formasi-Formasi Prakapitalis Dan Kapitalis
Para pendukung pandangan yang menyatakan bahwa formasi-formasi ekonomi prakapitalis menonjol dalam satu masyarakat tertentu mungkin menekankan peran elemen-elemen kelas feodal sambil mengamati bangkitnya kaum borjuis nasional dalam mendukung kapitalisme progresif di suatu masyarakat terbelakang. Para penentang pandangan ini akan berpendapat bahwa kepentingan-kepentingan industri pedesaan dan perkotaan menentukan karakter kelas penguasa dan bahwa kaum borjuis nasional tidak dapat mengasumsikan peran progresif dalam menghadapi modal imperialis. Edel bersisian dengan pandangan yang belakangan; “ Bagi Marx, dan kebanyakan Marxis, asal-usul kapitalisme sebagai sebuah sistem diletakkan ketika modal persaudagaran terbentuk, untuk pertama kalinya, lewat ketersediaan pekerja bebas tanpa properti untuk melakukan kerja-upahan. Ini memungkinkan perkembangan satu bentuk produksi baru, dan sifat-sifat kapitalisme” (Edel 1972: 10).
Menurut Matthew Edel, setidaknya terdapat tiga perdebatan yang berasal dari literatur ini. Yang pertama berkaitan dengan asal-usul kapitalisme, apakah mereka muncul saat ekspansi perdagangan di awal abad keduabelas ataukah kegiatan-kegiatan produksi dan tenaga kerja upahan di abad keenambelas hingga kesembilanbelas. Perdebatan kedua berpusat pada Eropa kontemporer dan beragam perspektif sosialisme dan komunismedalam pertanyaan-pertanyaan transisi ke sosialisme. Perdebatan ketiga adalah melibatkan apakah negara-negara yang sekarang terbelakang adalah kapitalis sekalipun mereka didominasi oleh imperialisme dan kekuatan-kekuatan kapitalis asing.

Itulah beberapa teori-teori kelas dari buku Ronald H. Chilcote tentang teori perbandingan politik, semoga referensi ini bisa kita gunakan untuk menganalisis tentang bagaimana perkembangan kelas-kelas yang terjadi disebuah negara terutama negara tercinta kita.... "Indonesia"

Teori Kelas (Kritikalisme)

            Kritikalisme

Pembahasan singkat dibawah ini kembali pada studi-studi “kritis” awal Marx dan para pengikutnya yang mengkonsentrasikan perhatian pada sifat-sifat suprastruktur, kegiatan-kegiatan negara, ideologi, dan kesadaran kelas.
Aliran kritis ditarik dari karya awal Marx yang menyerang Hegel. Kritis Marx terhadap gagasan-gagasan Hegel memberikan orientasi “kritis” aliran ini. Hegel membedakan institusi-institusi masyarakat sipil dan organisasi borjuis mengadopsinya  demi perlindungan properti dan kepentingan-kepentingannya.
Terlepas dari kritiknya, ia merasa berhutang budi kepada Hegel atas perhatian terhadap teori politik negara, atas perluasan metode dialektika, dan terakhir, atas  pencarian makna dalam konsep kebebasan dan pengungkapan kesadaran manusia. Dengan alasan inilah pemikiran kritis seringkali dirujuk sebagai berasal dari tradisi  Hegelian-Marxis.
Keprihatinan para teoritisi kritis atas positivisme menggerakkan sebuah perdebatan sejak tahun 1961 dengan lingkaran-lingkaran ilmiah dan filosofis jerman. Uraian rinci perdebatan ini, beserta esai-esai yang mewakili perspektif-perspektif divergen, diorganisasikan oleh Adorno (1976). Salah satu paartisipan pertikaian berkelanjutan ini adalah Jurgen Habermas, yang merupakan salah satu teoritisi politik terkemuka Jerman (McCarthy 1978). Karya-karya utamanya tersedia dalam bahasa Inggris, termasuk Toward a Rational Society: Student Protest, Science, and Politics (1971), Knowledge and Human Interests (1972), Theory and Practice (1974), dan Legitimation Crisis (1975).
Habermas mewakili generasi filsuf Frankurt yang lebih muda. Menurut Anthony Giddens, Habermas mengejar dua jalur pemikiran yang dikembangkan para ahli Frankurt yang lebih tua: hubungan antara teori dan kritik serta perkembangan-perkembangan kapitalisme Barat.
Teori kritis telah mempengaruhi perspektif-perspektif negara dan kelas lainnya. Alan Wolfe (1974) mengikatkan tradisi Hegelian-Marxis dengan beberapa aspek strukturalisme dan berfokus pada politik pengucilan dalam upaya mengajukan sebuah teori baru. Claus Offe, seorang murid aliran kritis Habermas, menolak instrumentalisme dan strukturalisme sebagai teori-teori yang gagal berurusan dengan mekanisme-mekanisme dalam negara yang membentuk karakter kelasnya. 

Teori Kelas (Strukturalisme)


           Strukturalisme


        Teori strukturalisme dan struktur kekuasaan secara substansial berbeda. Nicos Pounlantzas berpendapat bahwa partisipasi langsung para anggota kelas penguasa tidak perlu menentukan tindakan-tindakan negara. Dia juga menambahkan bahwa negara kapitalis hanya dapat melayani kepentingan-kepentingan kapitalis dengan baik hanya jika anggota kelas ini tidak berpartisipasi menjadi aparat negara. Strukturalisme politik ini berlawanan dengan pendekatan strukturalis ekonomi. Krisis-krisis yang terjadi dalam hegemoni kelas penguasa karena gagal dalam beberapa langkah politik dan massa yang tidak puas akan secara aktif melakukan penentangan.
Krisis hegemoni semacam ini adalah sebuah krisis kewenangan atau krisis negara. Dalam kondisi-kondisi seperti kelas penguasa dapat mengambil alih kontrol dan mempertahankan kekuasaan dengan menghancurkan para penentangnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan negara ditentukan oleh struktur masyarakat daripada orang-orang yang memiliki posisi memegang kekuasaan negara. Althusser memberikan sketsa pada pemaparan Marx tentang struktur setiap masyarakat dalam pengertian tingkat-tingkat : infrastruktur atau basis ekonomi yang terdiri dari beberapa kekuatan dan hubungan produksi di satu sisi, dan suprastruktur yang terdiri dari aspek-aspek politik-legal dan ideologi pada sisi yang lain. Dia memandang negara sebagai aparat-aparat penindas yang memungkinkan kelas penguasa mendominasi dan mengeksploitasi kelas pekerja. Aparat-aparat tersebut termasuk birokrasi, polisi, pengadilan, penjara dan tentara.
Negara selanjutnya adalah kekuatan penindasan dan intervensi yang melindungi kaum borjuis dalam perjuangan kelas melawan kaum proletar. Tujuan perjuangan kelas menyangkut kekuasaan negara dimana kaum proletar harus merebut kekuasaan negara, menghancurkan aparat-aparat negara borjuis dan menggantikannya dengan aparat-aparat negara proletar dan kemudian pada akhirnya menghancurkan negara itu sendiri. Poulantzas secara sistematis menguji kelas-kelas masyarakat kapitalis, yang mengidentifikasi tiga dalil dasar. Pertama, kelas-kelas didefinisikan dalam pengertian praktek-paraktek kelas, sebagaimana tercermin dalam hubungan-hubungan sosial yang antagonis, pembagian tenaga kerja, dan perjuangan kelas. Kedua, kelas-kelas pemegang posisi dalam pembagian pekerja, dan posisi –posisi ini mewakili determinasi terstruktur dari kelas. Ketiga, kelas-kelas terstruktur menjadi tingkat-tingkat ekonomi, politik dan ideologi.
            Paul Sweezy membedakan antara teori mediasi kelas dan teori dominasi kelas. Konsepsi mediasi kelas dalam negara mengasumsikan adanya struktur kelas tertentu dan memahami negara sebagai mediator kepentingan-kepentingan penuh konflik dari beragam kelas. Sedangka teori dominasi kelas dalam negara berasumsi bahwa sebagai instrumen kelas penguasa, negara menjaga dan menjamin sekumpulan hubungan-hubungan properti tertentu serta memperkuat dan menjamin stabilitas negara sendiri. James O’Connor berpendapat bahwa negara adalah struktur hubungan kewenangan yang kompleks dan memiliki sejumlah otonom. Negara tidak semata-mata instrumen kelas penguasa atau segmen-segmen tertentu dalam kelas tersebut. Negara tidak memproduksi nemun sebaliknya negara merampas surplus untuk memajukan kondisi-kondisi sebagai syarat bagi terciptanya akumulasi modal. Negara membentuk kondisi-kondisi kapitalisme monopoli dan kompertitif.
Kemudian Immanuel Wallerrstein menyatakan bahwa kelas adalah konsep yang secara historis berkaitan dengan ekonomi dunia kapitalis atau sistem dunia modern. Sistem dunia ini terdiri dari tiga elemen dasar : satu pasar tunggal, serangkaian struktur negara atau bangsa-bangsa yang mempengaruhi bekerjanya pasar, dan tiga tingkat proses eksploitasi (pusat, semi batas luar, dan batas luar). Perjuangan kelas tumbuh dari hubungan antar tiga tingkat ini. Mereka yang ada di atas mencoba memastikan keberadaan tiga tingkat agar dapat menjaga keistimewaan mereka secara lebig baik, sementara mereka yang di bawah sebaliknya mencoba menguranginya dari tiga menjadi dua, lebih baik lagi jika bisa menghancurkan keistimewaan tersebut.
Masalah utama teori strukturalis adalah bahwa teori tersebut hanya sedikit menjelaskan aksi kelas yang muncul dari kesadaran kelas. Di saat bersamaan strukturalisme ekonomi maupun politik tidak memadai. Pertama, strukturalisme ekonomi membatasi negara pada konsepsi yang hanya menyentuh permukaan, sejenis daftar cek sistemik. Kedua, karya strukturalis cenderung terlalu abstrak dan berorientasi pada skema-skema konseptual ketimbang pada teori. 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Review